Tuesday, February 25, 2020

Setor 2 Tersimpan 1

Selamat malam Dol.. Semoga lu baek-baek saja.

Gw ada cerita buat lu, kisah nyata. Baca yang bener ye.


Gw punya rekening di Bank BCA saldo Rp0. Gw lakukan setoran tunai sebesar Rp50.000 hari ini lewat ATM Setor Tunai. 

Lu tau! Setoran tunai gw sukses dan saldo di rekening gw menjado Rp44.357. Nah, coba lu hitung Dol berapa uang gw yang hilang. Yop, lu bener Dol.

Gw kehilangan uang sebesar Rp5.643. Bingung dong, gw! Kemana dan buat apa uang gw yang hilang itu. Lalu, gw langsung isi e-money Flazz BCA sebesar Rp44.000 sehingga saldo di rekening gw sisa Rp357.

Flazz itu menjadi kebutuhan sekarang ini, Dol. Buat bayar tiket Commuter Line dan bayar bus way.

Lu hitung sendiri pendapatan Bank BCA dari pemotongan uang sebesar itu untuk nasabahnya sebanyak 1.000 orang. Bisa mencapai Rp5 juta per hari, Dol.

Udah lah Dol. Nggak usah dibahas lagi. Jika ada solusi yang lebih baik, gw akan berpaling dari Bank ini.

Monday, February 24, 2020

Tak Lebih Dari Rp10.000,- Tiba di JCC

Hi gaesss!

Gw pergi ke Jakarta Convention Center hari Sabtu 22/2/2020. Berangkat dari rumah Bojong Gede dengan Commuter Line (KRL) dari stasiun Bojong Gede menuju stasiun Sudirman. Perjalanan ini membutuhkan waktu 1 jam.

KRL yang gw tumpangi tiba di stasiun Sudirman. Gw dan ratusan penumpang keluar dari gerbong dan menuju tujuan masing-masing. Stasiun MRT yang menjadi tujuan gw yaitu stasiun Dukuh Atas. Dari Stasiun Sudirman menuju Stasiun MRT Dukuh Atas tidak perlu menggunakan ojek online, cukup berjalan kaki karena jaraknya tidak jauh dan ada lorong yang langsung menghubungkan kedua stasiun ini. 

Stasiun Istora menjadi stasiun akhir perjalanan gw. Biaya yang gw keluarkan untuk menggunakan jasa MRT ini hanya Rp4.000,- dengan pembayaran menggunakan e-money atau bisa membeli tiket harian di loket.

Tiba di stasiun Istora. Gw meneruskan perjalanan menuju Pintu 7 Glora Bung Karno dengan jarak tempuh sejauh 500 meter.

Gw disambut oleh penjaga pintu 7 GBK. Namun, dia hanya diam dan memperhatikan langkah gw yang mendekatinya dengan perlahan.

"Selamat siang pak," sapa gw. Dia sambut salam gw dengan kata yang sama. "Saya mau ke JCC. Apa bisa naik ojek online dari sini, pak," tanyaku.

"Bapak bisa menggunakan shuttle," katanya. Bisa, terusnya, tunggu di sini, pak. "Shuttlenya lewat sini dan itu free," jelasnya. "Ok, pak. Terimakasih," jawab gw. Shuttle pun datang dan gw melenjutkan perjalanan ke JJC.

Akhirnya gw tiba di JCC. Perjalanan dengan KRL dan MRT dari stasiun Bojong Gede dengan biaya tak lebih dari Rp10.000.

Thursday, February 20, 2020

Parkir KAI Mahal dan Beratapkan Langit

Hi Dor

Gw parkir motor di stasiun Bojong Gede yang letaknya di pintu masuk ke peron 1. Parkiran itu bukan milik warga tapi milik PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Bayar parkiran itu dengan kartu e-money. Petugas parkir tidak menerima uang tunai. Jadi, saat gw masuk ke area parkiran sudah menggunakan kartu itu. Kartu qw tempel dan palang pintu terbuka otomatis.

Sekedar informasi buat lu aja nih, jika lu parkir di sini, maka kendaraan lu akan langsung kena hujan dan panas karena parkirannya beratapkan langit. Gw bingung dengan fasilitas ini, seadanya. 

Padahal nih ya, biaya parkir di sini selama 24 jam Rp8.000 per motor. Gw mulai parkirin motor jam 7 pagi hingga jam 8 malam. Uang yang harus gw keluarin sebesar Rp8.000. Ini lebih mahal Rp2.000 dari usaha swasta miliknya Alpa Parkir.

Gw sempat sampaikan ini ke salah satu petugas yang jaga. "Tok, biaya parkir di sini mahal dari punyanya Alpa," ungkap gw. Di Alpa, lanjutku, dengan jam yang sama hanya Rp6.000. Si Totok (nama samaran) hanya bisa senyum tipis dan menyatakan bahwa itu kebijikan kantor. "Kalau bapak parkir jam 7 pagi hingga jam 7 pagi, terhitung 24 jam cuma bayar Rp8.000," pembelaan si Totok.

"Lah, sama dengan toko sebelah donk," jawab gw. Alpa Parkir (toko sebelah), lanjut gw, jika parkir dari jam 7 pagi hingga jam 8 malam cuma Rp6.000. Tapi, biaya akan nambah Rp3.000 jika gw ambil motor diatas jam 10 malam.

"Berapa biaya kalau nginap di sini, Tok," tanya gw. Di sini kalau lu lewat satu detik dari hitungan 24 jam, jawabnya, lu akan dikenai biaya Rp15.000. "Itu jatuhnya biaya nginap,"jelasnya.

Maksudnya, ulangku, jika mulai parkir jam 7 pagi hingga jam 7 pagi lewat 01 detik, maka gw langsung bayar Rp15.000,-. "Iya dan 24 jam berikutnya lu akan bayar normal, jika lewat 01 detik maka bayar Rp15.000 lagi, begitu seterusnya," tegas Totok.

Lu bisa pahamkan Dor. Jadi, biaya parkir kendaraan roda dua di PT. KAI itu Rp8.000 per kendaraan selama 24 jam. Lewat dari 24 jam maka lu akan dihitung parkir nginap dengan biaya Rp.15.000 per motor. Entah apa pertimbangannya mematok tarif sebesar itu dengan fasilitas parkiran yang beratapkan langit.

Harapan gw, PT. KAI yang merupakan BUMN bisa mempertimbangkan biaya parkiran motor lebih murah dari pihak swasta di sekitarnya. Tidak perlu mematok biaya nginap motor sebesar Rp15.000 dengan cara perhitungan seperti diatas.

Mereka harus adil dan bisa mengurangi beban rakyat. Jika toko sebelah memberikan harga Rp6.000 dari jam 5 pagi hingga jam 10 malam, maka KAI harus melakukan hal yang sama bahkan lebih murah lagi kira-kira Rp3.000 dan biaya parki selama 24 jam cukup Rp4.000.

Itu aja cerita gw, Dor. Lu ambil yang baiknya, sebarin jika ini bermanfaat buat umat. 

Salam,

EAs